Menurut Howkins
Howkins: Ekonomi Kreatif terdiri dari periklanan, arsitektur,
seni, kerajinan. desain, fashion, film, musik, seni pertunjukkan, penerbitan,
Penelitian dan Pengembangan (R&D), perangkat lunak, mainan dan permainan,
Televisi dan Radio, dan Permainan Video. Saat ini industri kreatif berjalan
semakin luas dan memiliki pilar-pilar kuat di masing-masing bidang karena
memang mengusung kreativitas pelaku bisnis tersebut.
Semoga penjelasan ekonomi kreatif dan industri
kreatif di atas menambah wawasan Anda tentangistilah ekonomi secara
umum.
Jenis-Jenis Ekonomi Kreatif
Berikut adalah 15 Jenis-Jenis Ekonomi Kreatif:
1) Periklanan (advertising):
kegiatan kreatif yang berkaitan dengan jasa periklanan,
yakni komunikasi satu arah dengan menggunakan medium tertentu. Meliputi proses
kreasi, operasi, dan distribusi dari periklanan yang dihasilkan, misalnya riset
pasar, perencanaan komunikasi periklanan, media periklanan luar ruang, produksi
material periklanan, promosi dan kampanye relasi publik. Selain itu, tampilan
periklanan di media cetak (surat kabar dan majalah) dan elektronik (televisi
dan radio), pemasangan berbagai poster dan gambar, penyebaran selebaran,
pamflet, edaran, brosur dan media reklame sejenis lainnya, distribusi dan
delivery advertising materials or samples, serta penyewaan kolom untuk iklan;
2) Arsitektur:
kegiatan kreatif yang berkaitan dengan desain bangunan
secara menyeluruh, baik dari level makro (town planning, urban design,
landscape architecture) sampai level mikro (detail konstruksi). Misalnya
arsitektur taman, perencanaan kota, perencanaan biaya konstruksi, konservasi
bangunan warisan sejarah, pengawasan konstruksi, perencanaan kota, konsultasi
kegiatan teknik dan rekayasa seperti bangunan sipil dan rekayasa mekanika dan
elektrikal;
3) Pasar Barang Seni:
kegiatan kreatif yang berkaitan dengan perdagangan barang-barang
asli, unik dan langka serta memiliki nilai estetika seni dan sejarah yang
tinggi melalui lelang, galeri, toko, pasar swalayan dan internet, meliputi
barang-barang musik, percetakan, kerajinan, automobile, dan film;
4) Kerajinan (craft):
kegiatan kreatif yang berkaitan dengan kreasi, produksi
dan distribusi produk yang dibuat atau dihasilkan oleh tenaga pengrajin yang
berawal dari desain awal sampai proses penyelesaian produknya. Antara lain
meliputi barang kerajinan yang terbuat dari batu berharga, serat alam maupun
buatan, kulit, rotan, bambu, kayu, logam (emas, perak, tembaga, perunggu dan
besi), kaca, porselen, kain, marmer, tanah liat, dan kapur. Produk kerajinan
pada umumnya hanya diproduksi dalam jumlah yang relatif kecil (bukan produksi
massal);
5) Desain:
kegiatan kreatif yang terkait dengan kreasi desain grafis,
desain interior, desain produk, desain industri, konsultasi identitas
perusahaan dan jasa riset pemasaran serta produksi kemasan dan jasa pengepakan;
6) Fesyen (fashion):
kegiatan kreatif yang terkait dengan kreasi desain pakaian,
desain alas kaki, dan desain aksesoris mode lainnya, produksi pakaian mode dan
aksesorisnya, konsultasi lini produk berikut distribusi produk fesyen;
7) Video, Film dan Fotografi:
kegiatan kreatif yang terkait dengan kreasi produksi video,
film, dan jasa fotografi, serta distribusi rekaman video dan film. Termasuk di
dalamnya penulisan skrip, dubbing film, sinematografi, sinetron, dan eksibisi
atau festival film;
8) Permainan Interaktif (game):
kegiatan kreatif yang berkaitan dengan kreasi, produksi, dan
distribusi permainan komputer dan video yang bersifat hiburan, ketangkasan, dan
edukasi. Sub-sektor permainan interaktif bukan didominasi sebagai hiburan
semata-mata tetapi juga sebagai alat bantu pembelajaran atau edukasi;
9) Musik:
kegiatan kreatif yang berkaitan dengan kreasi atau komposisi,
pertunjukkan, reproduksi, dan distribusi dari rekaman suara;
10) Seni Pertunjukkan (showbiz):
kegiatan kreatif yang berkaitan dengan usaha pengembangan
konten, produksi pertunjukkan. Misalnya, pertunjukkan wayang, balet, tarian
tradisional, tarian kontemporer, drama, musik tradisional, musik teater, opera,
termasuk musik etnik, desain dan pembuatan busana pertunjukkan, tata panggung,
dan tata pencahayaan;
11) Penerbitan dan Percetakan:
kegiatan kreatif yang terkait dengan penulisan konten dan
penerbitan buku, jurnal, koran, majalah, tabloid, dan konten digital serta
kegiatan kantor berita dan pencari berita. Subsektor ini juga mencakup
penerbitan perangko, materai, uang kertas, blanko cek, giro, surat andil,
obligasi, saham dan surat berharga lainnya, paspor, tiket pesawat terbang, dan
terbitan khusus lainnya. Juga mencakup penerbitan foto-foto, grafir (engraving)
dan kartu pos, formulir, poster, reproduksi, percetakan lukisan, dan barang
cetakan lainnya, termasuk rekaman mikro film;
12) Layanan Komputer dan Piranti Lunak (software):
Adalah kegiatan kreatif yang terkait dengan
pengembangan teknologi informasi, termasuk layanan jasa komputer, pengolahan
data, pengembangan database, pengembangan piranti lunak, integrasi sistem,
desain dan analisis sistem, desain arsitektur piranti lunak, desain prasarana
piranti lunak dan piranti keras, serta desain portal termasuk perawatannya;
13) Televisi & Radio (broadcasting)
Adalah kegiatan kreatif yang berkaitan dengan usaha
kreasi, produksi dan pengemasan acara televisi (seperti games, kuis, reality
show, infotainment, dan lainnya), penyiaran, dan transmisi konten acara
televisi dan radio, termasuk kegiatan station relay (pemancar) siaran radio dan
televisi;
14) Riset dan Pengembangan (R&D):
Adalah kegiatan kreatif terkait dengan usaha
inovatif yang menawarkan penemuan ilmu dan teknologi, serta mengambil manfaat
terapan dari ilmu dan teknologi tersebut guna perbaikan produk dan kreasi
produk baru, proses baru, material baru, alat baru, metode baru, dan teknologi
baru yang dapat memenuhi kebutuhan pasar. Termasuk yang berkaitan dengan
humaniora, seperti penelitian dan pengembangan bahasa, sastra, dan seni serta
jasa konsultansi bisnis dan manajemen. (Lihat, Prof.Dr.Faisal Afiff,
Se.Spec.Lic, Pilar-Pilar Ekonomi Kreatif, 2012)
Alasan Ekonomi Kreatif
dibutukan di Indonesia
Alasan mengapa Indonesia perlu mengembangkan
ekonomi kreatif antara lain karena ekonomi kreatif berpotensi besar
dalam:
·
Memberikan kontribusi
ekonomi yang signifikan,
·
Menciptakan Iklim
bisnis yang positif,
·
Membangun citra dan
identitas bangsa,
·
Mengembangkan ekonomi
berbasis kepada sumber daya yang terbarukan,
·
Memberikan dampak
sosial yang positif.
Salah satu alasan dari pengembangan industri
kreatif adalah adanya dampak positif yang akan berpengaruh pada kehidupan
sosial, iklim bisnis, peningkatan ekonomi, dan juga berdampak para citra
suatu kawasan tersebut. Dalam konteks pengembangan ekonomi kreatif pada kota-kota
di Indonesia, industri kreatif lebih berpotensi untuk berkembang pada kota-kota
besar atau kota-kota yang telah “dikenal”. Hal ini terkait dengan
ketersediaan sumber daya manusia yang handal dan juga tersedianya jaringan
pemasaran yang lebih baik dibanding kota-kota kecil. Namun demikian, hal itu
tidak menutup kemungkinan kota-kota kecil di Indonesia untuk mengembangkan
ekonomi kreatif. Bagi kota-kota kecil, strategi pengembangan ekonomi kreatif
dapat dilakukan dengan memanfaatkan landmark kota atau kegiatan sosial seperti
festival sebagai venue untuk mengenalkan produk khas daerah. Salah satu contoh
yang cukup berhasil menerapkan strategi ini adalah Jember dengan Jember Fashion
Carnival. Festival yang digelar satu tahun sekali tersebut mampu menarik sejumlah
turis untuk berkunjung dan melihat potensi industri kreatif yang ada di Jember.
Permasalahan dan Tantangan
Salah satu permasalahan terkait kebijakan
ekonomi kreatif di Indonesia adalah bahwa sektor ini diletakkan pada lingkup
kegiatan ekonomi, bukan pada lingkup kegiatan industri. Akibatnya menjadi
bermakna lain.
Sebagaimana diketahui, industri berbeda
dengan ekonomi. Ekonomi bermakna luas, sedangkan industri lebih spesifik.
Industri memiliki karakter antara lain, kegiatan produksi yang memiliki nilai
tambah, hasil produksi dapat dilakukan secara massal dengan cepat dan akurat,
proses produksi melibatkan mesin dan ilmu pengetahuan, memiliki sasaran
pelanggan yang terukur, dan dapat dilakukan inovasi produksi secara terus
menerus. Pada intinya, industri terkait dengan efesiensi, fungsi organisasi
produksi mapun pemasaran, ketepatan waktu produksi maupun delivery,
kecepatan, kapasitas produksi, dan efektivitas. Hal ini berbeda dengan kegiatan
ekonomi yang bersifat non industri bersifat tradisional yang berdasarkan
keterampilan tangan. Faktor individu sangat menentukan.
Kembali kepada persoalan, mana lebih tepat ekonomi kreatif atau
industri kreatif, hal itu tergantung pada orientasinya. Jika orientasi
kebijakannya hanya untuk membina potensi atau merawat potensi kreatif penduduk
Indonesia sehingga bernilai ekonomi, maka ekonomi kreatif sebagai nomenklatur
dalam suatu struktur pemerintahan, menjadi relevan. Akan tetapi, bila
orientasinya tidak sekedar menumbuhkan potensi ekonomi dari kegiatan kreatif
penduduk, namun lebih jauh untuk menggenjot kegiatan kreatif penduduk menjadi
suatu industri tersendiri yang kuat dan besar yang mampu menyumbangkan PDB yang
signifikan, maka tentu saja yang tepat adalah dengan menggunakan nomenklatur
industri kreatif. Berbicara tentang industri, maka unsur-unsur dan
karakteristik industri dalam kegiatan produksi, haruslah dijaga dan
dikembangkan sehingga lebih adaptif, inovatif, positif serta efesien dan
efektif. Apa yang dilakukan oleh Korea Selatan terhadap industri kreatif mereka
yeng melahirkan produk kreatif seperti Boyband-boyband mereka yang mendunia
ataupun Gangnam Style, merupakan inspirasi yang bagus untuk dipelajari dan
diselaraskan dengan konteks industri kreatif dalam negeri. Yang lebih menarik lagi,
Korea dengan pintar memanfaatkan kolaborasi antar unsur industri mereka yang
telah mendunia, seperti LG, untuk memasarkan ke luar negeri produk-produk
industri kreatif negara itu. Belum beberapa tahun berselang, LG pernah
mensponsori kedatangan dan penampilan boyband dari negeri ginseng itu ke
Jakarta. Tentu saja yang terangkat tidak saja boyband asal Korea tersebut tapi
juga LG sebagai produsen produk-produk elektronik.
Sejauh ini, Indonesia masih menggunakan
nomenklatur ekonomi kreatif. Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif
memetakan beberapa kendala terkait pengembangan ekonomi kreatif seperti yang
tercantum dalam Renstranya. Kendala-kendala yang dihadapi tersebut antara lain,
- Pengembangan industri kreatif
belum optimal, terutama disebabkan kurangnya daya tarik industri, adanya
posisi dominan usaha kreatif, model bisnis industri kreatif yang belum
matang, serta risiko usaha yang harus dihadapi;
- Pengembangan konten, kreasi,
dan teknologi kreatif belum optimal, terutama disebabkan infrastruktur
internet belum memadai, infrastruktur gedung pertunjukan belum memenuhi
standar, mahalnya mesin produksi, mahalnya piranti lunak penghasil produk
dan jasa kreatif, kurangnya riset konten, dan kurangnya aktivitas
pengarsipan konten;
- Kurangnya perluasan dan
penetrasi pasar bagi produk dan jasa kreatif di dalam dan luar negeri,
terutama disebabkan oleh kurangnya apresiasi terhadap kreativitas
lokal, kurangnya konektivitas jalur distribusi nasional, terkonsentrasinya
pasar luar negeri, tingginya biaya promosi, belum diterapkannya sistem
pembayaran online, dan rendahnya monitoring terhadap royalti, lisensi, hak
cipta;
- Lemahnya institusi industri
kreatif, terutama disebabkan oleh belum adanya payung hukum yang mengatur
tata kelola masing-masing subsektor industri kreatif; iklim usaha belum
cukup kondusif, apresiasi yang rendah dan pembajakan yang tinggi, dan
transaksi elektronik belum diregulasi dengan baik;
- Minimnya akses pembiayaan
pelaku sektor ekonomi kreatif, terutama disebabkan belum sesuainya skema
epmbiayaan dengan karakteristik industri kreatif yang umumnya belum bankable,
high risk high return, cash flow yang fluktuatif, serta aset yang
bersifat intangible; dan
- Pengembangan sumber daya
ekonomi kreatif belum optimal, baik sumber daya alam maupun sumber daya
manusia, antara lain masalah kelangkaan bahan baku, kurangnya riset bahan
baku, kesenjangan antara pendidikan dan industri, serta standardisasi dan
sertifikasi yang belum baik.